Beranda | Artikel
Pertempuran Khandaq
Sabtu, 28 Februari 2015

PERTEMPURAN KHANDAQ

Ketika pasukan sekutu tiba di Madinah, mereka dikagetkan dengan parit yang menghalangi jalan mereka memasuki Madinah untuk menyerang kaum Muslimin. Berbagai upaya, mereka lakukan untuk menerobos parit, namun selalu gagal, karena diseberang sana ada kaum Muslimin yang siap menghujani mereka dengan anak panah. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengepung kota Madinah. Pengepungan ini berlangsung selama satu bulan.[1] Selama pengepungan tidak ada kontak senjata, yang ada hanya saling lempar dengan panah.

Karena melihat tidak ada kepastian, beberapa prajurit berkuda dari Quraisy seperti Amru bin Abdi Wudd, Ikrimah bin Abi Jahal, Hubairah bin Abi Wahab dan Dhirar bin al-Khathab berusaha menerobos parit dan mereka berhasil, kemudian terjadilah perang tanding antara Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dengan Amru bin Abdi Wudd dan Ali berhasil membunuhnya, sementara yang lain melarikan diri dan kembali ke pasukan Quraisy. Disebutkan juga dalam perang tanding ini, Zubair Radhiyallahu anhu berhasil membunuh Naufal bin Abdillah.[2]

Walaupun peperangan khandaq tanpa pertempuran langsung akan tetapi sangat menguras perhatian Rasûlullâh dan kaum Muslimin, sehingga beliau dan para shahabat tersibukkan dari shalat Ashar dan melaksanakannya setelah matahari terbenam.[3]

KISAH NUA’IM BIN MAS’UD DAN KHUZAIFAH BIN AL-YAMAN
Ada beberapa kisah menarik dalam peperangan ini yang bisa kita ambil pelajaran darinya, misalnya :

1. Kisah Nu’aim bin Mas’ûd[4] :
Beliau berasal dari qabilah Gathafan yang datang pada saat perang khandaq kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyatakan diri masuk Islam kemudian menawarkan diri untuk melakukan apa yang di perintahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Nua’im,”Engkau hanyalah salah seorang dari kami, tapi berusahalah menolong kami semampumu, sesungguhnya perang adalah tipu daya.”[5]

Berita keislaman Nu’aim Radhiyallahu anhu belum terdengar oleh orang-orang kafir sehingga beliau memanfaatkan momen ini untuk mengadu domba Quraisy dengan bani Quraizhah. Dan sejak saat itu, kedua golongan ini saling mencurigai dan saling meragukan.[6]

2. Kisah Hudzaifah bin al-Yaman
Beliau Radhiyallahu anhu menceritakan sendiri pengalamannya ketika diperintah oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari informasi tentang musuh. Hudzaifah Radhiyallahu anhu mengatakan :
“Suatu malam dalam perang Ahzâb, ketika angin bertiup kencang dan udara dingin menusuk tulang, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adakah orang yang sanggup mencarikan berita tentang musuh untukku ? Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikannya bersamaku di surga.”(Tiga kali Rasûlullâh mengulangi ucapan tersebut) dan para shahabat terdiam dan tidak ada satupun yang menjawab. Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Hudzaifah, berdirilah, cari dan beritahukanlah kami kabar mengenai musuh!” Aku tidak punya pilihan, aku harus berdiri, karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelas memanggil namaku. Beliau bersabda, “Pergi dan carilah kabar mengenai musuh, dan jangan kamu mengagetkan mereka tentang diriku.” Tatkala aku mulai beranjak dari sisi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seakan-akan aku berjalan dalam udara hangat (tidak kedinginan dan tidak berangin seperti yang dirasakan oleh orang lain-red), sampai aku berhasil mendekati mereka, lantas aku melihat Abu Sufyân yang sedang menghangatkan badannya dengan api, maka aku langsung menaruh anak panah pada busurnya dan membidikkannya kearah Abu Sufyan, sekiranya aku tidak ingat pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Jangan kamu mengagetkan mereka dengan diriku.’ niscaya aku telah melepaskan anak panahku dan mesti akan mengenai sasaran. Lalu aku kembali dengan berjalan kaki dalam kehangatan. Kemudian aku menemui Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan kondisi musuh. Setelah itu aku pergi, tiba-tiba aku mulai merasakan kedinginan, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelimutiku dengan kain burdah yang biasa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pakai shalat , kemudian aku tertidur sampai pagi. Keesokan harinya, beliau bersabda, “Bangun, wahai orang yang banyak tidur.”[7]

ALLAH MENOLONG RASUL-NYA DAN KAUM MUSLIMIN
Sebulan sudah lamanya, pasukan sekutu mengepung kaum Muslimin, akhirnya pertolongan Allâh Azza wa Jalla yang dinanti-nanti kehadirannya datang pula. Bentuk pertolongan Allâh Azza wa Jalla diabadikan dalam al-Qur’ân :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا

“Wahai orang orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allâh (yang telah di karuniakan) kepada kalian ketika datang kepada kalian tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan pasukan yang tidak dapat kalian melihatnya. Dan Allâh maha melihat apa yang kamu kerjakan”. [al-Ahzâb/33:9]

Angin topan yang dikirim oleh Allâh Azza wa Jalla itu, benar-benar telah memporak-porandakan dan berhasilkan melumpuhkan pasukan musuh sehingga Abu Sufyân mengajak pasukannya untuk pulang dan meninggalkan kota Madinah.[8]

Demikianlah akhir kisah pasukan sekutu yang sangat besar jumlahnya dan kuat. Mereka tak memiliki kekuatan sedikitpun tatkala berhadapan dengan Allâh Azza wa Jalla yang Maha kuat dan perkasa yang di tangan-Nya segalan urusan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا خَيْرًا ۚ وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزًا

“Dan Allâh menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, karena mereka (juga) tidak memperoleh keuntungan apa pun. Cukuplah Allâh (yang menolong) menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan.Dan Allâh Maha Kuat, Maha Perkasa.” [al-Ahzâb/33:25]

Kemenangan yang diperoleh kaum Muslimin itu merupakan jawaban Allâh Azza wa Jalla terhadap permohonan Rasul-Nya yang berdo’a :

اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيعَ الْحِسَابِ اهْزِمْ الْأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ

“Ya Allâh, Rabb yang telah menurunkan kitab (al-Qur’ân) yang Maha cepat hisab-Nya, kalahkanlah barisan ahzâb (golongan musyrikin). Kalahkanlah dan guncangkanlah mereka.”[9]

Setelah perang ini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam merubah strategi perang dari strategi bertahan ke strategi menyerang. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mulai sekarang, kita akan memerangi mereka bukan mereka yang memerangi kita,dan kita akan menyerang mereka.”[10]

Dalam Perang Khandaq ini, meski berlangsung cukup lama, namun jumlah korban dari kedua belah pihak tidak banyak. Dari pihak kaum Muslimin yang mati syahid berjumlah delapan orang, diantaranya Sa’ad bin Muaz yang memiliki peran dan pengorbanan yang sangat besar untuk membela Islam. Beliau Radhiyallahu anhu meninggal setelah perang Bani Quraizhah. Beliau Radhiyallahu anhu meninggal karena luka parah yang dialaminya dalam perang Khandaq, sementara dari pihak musuh hanya empat orang saja yang menjadi korban.[11]

PELAJARAN PENTING
1. Kedudukan shalat di hati Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat, serta bolehnya memohonkan keburukan untuk orang kafir yang menyebabkan kaum Muslimin terlalaikan dari ibadah.

2. Allâh Azza wa Jalla akan memberikan pertolongan atau kemenangan, jika perantara-perantara kemenangan yang telah ditetapkan Allâh telah dilaksanakan, bukan semata-mata di tentukan oleh jumlah pasukan yang sangat banyak atau perbekalan dan persenjataan lengkap.[12]

3. Seorang pemimpin dituntut untuk merubah strategi dalam menghadapi musuh sesuai dengan maslahat dan mafsadahnya, sebagaimana Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merubah strategi bertahan ke stratetegi menyerang.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XV/1431H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Dalilnya adalah atsar dari Qatâdah z dengan sanad hasan dan syair dari seorang saksi mata yang bernama Dharar bin al-Khatthab yang mengikuti perang Khandaq bersama musyrikin sebelum masuk Islam. Lihat, Marwiyât Ghazwatil Khandaq, hlm. 290 (risalah ilmiyyah di Jami’ah Islamiyyah Madinah) dan yang mengatakan 24 malam berdalil dengan riwayat yang mursal dari Sa’id bin al Musaiyyib (lihat, as-Siratun Nabawiyah fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 428
[2]. Sirah Ibnu Hisyam:(2/224), keterangan lebih detil mengenai perang tanding ini bisa dilihat dalam Sirah Ibni Katsir:(3/202- 206), Zâdul Ma’âd (3/240).
[3]. Fathul Bâri, Bab Ghazwatil Khandaq (ta’liq Syaikh Bin Baz), (7/406); Shahih Muslim, 1453(2/111).
[4]. Syaikh Akram al Umariy mengatakan riwayat tentang kisah Nua’im tidak ada yang shahih menurut ilmu hadits, tapi ceritanya sangat terkenal di kalangan ulama sirah, hlm. 430 dan Marwiyât Ghazwatil Khandaq, hlm. 371.
[5]. “Perang adalah tipu daya” (HR. Bukhari dan Muslim)
[6]. Lihat, as-Siratun Nabawiyah fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 453-454.
[7]. HR. Muslim, Bab Ghazwatil Ahzâb (5/177).
[8]. Lihat, as-Siratun Nabawiyah as-Shahihah, karya al Umariy, ?/430.
[9]. Fathul Bari, Bab Ghazwtil Khandaq (7/406), dan Shahih Muslim:(5/143).
[10]. Fathul Bari, Bab Ghazwtil Khandaq (7/405).
[11]. Lihat, as-Siratun Nabawiyah as-Shahihah, karya al Umariy, ?/429.
[12]. Lihat kutaib, as-Sabîlu ilal ‘Izzi wat Tamkin dan Maqâsidu Suratil Baqarah. Dua kitab kecil ini di tulis oleh Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ramadhaniy.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4081-pertempuran-khandaq.html